Hati (bahasa
Yunani: ἡπαρ, hēpar)
merupakan kelenjar
terbesar di dalam tubuh,
terletak dalam rongga perut
sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma.
Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini
dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan
menghasilkan amonia,
urea, dan asam urat
dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino.
Proses pemecahan senyawa racun oleh hati disebut proses detoksifikasi.
Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal dan sel non-parenkimal.[1] Sel
parenkimal pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan
melakukan berbagai fungsi utama hati. 40% sel hati terdapat pada lobus
sinusoidal. Hepatosit merupakan sel endodermal yang terstimulasi oleh jaringan
mesenkimal secara terus-menerus pada saat embrio hingga
berkembang menjadi sel parenkimal.[2] Selama masa
tersebut, terjadi peningkatan transkripsi mRNA albumin sebagai stimulan proliferasi dan diferensiasi sel
endodermal menjadi hepatosit.[3]Lumen lobus
terbentuk dari SEC dan ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel Kupffer,
sel Ito, limfosit
intrahepatik seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati sekitar 6,5% volume
hati dan memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan banyak fungsi
hepatosit.
Filtrasi merupakan salah satu fungsi lumen lobus
sinusoidal yang memisahkan permukaan hepatosit dari darah, SEC
memiliki kapasitas endositosis yang sangat besar dengan berbagai ligan seperti glikoprotein,
kompleks
imun, transferin
dan seruloplasmin.
SEC juga berfungsi sebagai sel presenter antigen yang
menyediakan ekspresi MHC I dan MHC II bagi sel T. Sekresi yang
terjadi meliputi berbagai sitokina, eikosanoid seperti prostanoid dan leukotriena, endotelin-1, nitrogen monoksida dan beberapa komponen ECM.
Sel Ito berada pada jaringan perisinusoidal, merupakan sel
dengan banyak vesikel
lemak di dalam sitoplasma
yang mengikat SEC sangat kuat hingga memberikan lapisan ganda pada lumen lobus
sinusoidal. Saat hati berada pada kondisi normal, sel Ito menyimpan vitamin A
guna mengendalikan kelenturan matriks ekstraselular yang dibentuk dengan SEC,
yang juga merupakan kelenturan dari lumen sinusoid.
Sel Kupffer berada pada jaringan intrasinusoidal,
merupakan makrofaga
dengan kemampuan endositik dan fagositik
yang mencengangkan. Sel Kupffer sehari-hari berinteraksi dengan material yang
berasal saluran pencernaan yang mengandung larutan
bakterial, dan mencegah aktivasi efek toksin senyawa tersebut ke dalam hati.
Paparan larutan bakterial yang tinggi, terutama paparan LPS,
membuat sel Kupffer melakukan sekresi berbagai sitokina yang
memicu proses peradangan dan dapat mengakibatkan cedera pada hati.
Sekresi antara lain meliputi spesi oksigen reaktif, eikosanoid, nitrogen monoksida, karbon
monoksida, TNF-α, IL-10,
sebagai respon kekebalan turunan dalam fasa infeksi primer.
Sel pit merupakan limfosit dengan
granula besar, seperti sel NK yang
bermukim di hati. Sel pit dapat menginduksi kematian seketika pada sel tumor
tanpa bergantung pada ekspresi antigen pada kompleks histokompatibilitas utama.
Aktivitas sel pit dapat ditingkatkan dengan stimulasi interferon-γ.
Sel punca
Selain hepatosit dan sel non-parenkimal, pada
hati masih terdapat jenis sel lain yaitu sel intra-hepatik yang sering disebut sel oval,[4]
dan hepatosit duktular.[5] Regenerasi
hati setelah hepatektomi parsial, umumnya tidak melibatkan sel
progenitor intra-hepatik dan sel punca
ekstra-hepatik (hemopoietik), dan bergantung hanya kepada proliferasi
hepatosit. Namun dalam kondisi saat proliferasi hepatosit terhambat atau
tertunda, sel oval yang berada di area periportal akan mengalami proliferasi
dan diferensiasi menjadi hepatosit dewasa.[4][6] Sel oval
merupakan bentuk diferensiasi dari sel progenitor yang berada pada area portal
dan periportal, atau kanal Hering,[7] dan hanya
ditemukan saat hati mengalami cedera.[8] Proliferasi
yang terjadi pada sel oval akan membentuk saluran ekskresi yang menghubungkan
area parenkima tempat terjadinya
kerusakan hati dengan saluran empedu. Epimorfin, sebuah morfogen yang banyak ditemukan
berperan pada banyak organ epitelial, nampaknya juga berperan pada pembentukan
saluran empedu oleh sel punca hepatik.[9] Setelah itu
sel oval akan terdiferensiasi menjadi hepatosit duktular. Hepatosit duktular dianggap
merupakan sel transisi yang terkait antara lain dengan:[10]
- metaplasia duktular dari hepatosit parenkimal menjadi epitelium biliari intra-hepatik
- konversi metaplasia dari epitelium duktular menjadi hepatosit parenkimal
- diferensiasi dari sel punca dari silsilah hepatosit
tergantung pada jenis gangguan yang menyerang
hati.
Pada model tikus dengan 70%
hepatektomi, dan induksi regenerasi hepatik dengan asetilaminofluorena-2, ditemukan bahwa sel punca
yang berasal dari sumsum tulang belakang dapat terdiferensiasi
menjadi hepatosit,[11][12] dengan
mediasi hormon G-CSF sebagai kemokina dan mitogen.[13] Regenerasi
juga dapat dipicu dengan D-galaktosamina.[14]
Sel imunologis
Hati juga berperan dalam sistem
kekebalan dengan banyaknya sel imunologis pada sistem retikuendotelial
yang berfungsi sebagai tapis antigen yang
terbawa ke hati melalui sistem portal hati.
Perpindahan fasa infeksi
dari fasa primer menjadi fasa akut, ditandai oleh hati dengan menurunkan
sekresi albumin dan menaikkan sekresi fibrinogen.
Fasa akut yang berkepanjangan akan berakibat pada simtoma hipoalbuminemia
dan hiperfibrinogenemia.[15]
Pada saat hati cedera, sel
darah putih akan distimulasi untuk bermigrasi menuju hati dan bersama
dengan sel Kupffer mensekresi sitokina yang membuat modulasi perilaku sel Ito.[16] Sel TH1
memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan selular seperti IFN-gamma, TNF, dan IL-2. Sel TH2
sebaliknnya akan memproduksi sitokina yang meningkatkan respon kekebalan
humoral seperti IL-4, IL-5,
IL-6,
IL-13
dan meningkatkan respon fibrosis. Sitokina yang disekresi oleh sel TH1
akan menghambat diferensiasi sel T menjadi sel TH2, sebaliknya sitokina sekresi
TH2 akan menghambat proliferasi sel TH1. Oleh sebab itu
respon kekebalan sering dikatakan terpolarisasi ke respon kekebalan selular
atau humoral, namun belum pernah keduanya.
By : Ersty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar