Berbagai jenis tugas yang dijalankan oleh hati,
dilakukan oleh hepatosit. Hingga saat ini belum ditemukan organ lain atau organ
buatan atau peralatan yang mampu menggantikan semua fungsi hati. Beberapa
fungsi hati dapat digantikan dengan proses dialisis hati, namun
teknologi ini masih terus dikembangkan untuk perawatan penderita gagal hati.
Sebagai kelenjar, hati
menghasilkan:
- empedu yang mencapai ½ liter setiap hari. Empedu merupakan cairan kehijauan dan terasa pahit, berasal dari hemoglobin sel darah merah yang telah tua, yang kemudian disimpan di dalam kantong empedu atau diekskresi ke duodenum. Empedu mengandung kolesterol, garam mineral, garam empedu, pigmen bilirubin, dan biliverdin. Sekresi empedu berguna untuk mencerna lemak, mengaktifkan lipase, membantu daya absorpsi lemak di usus, dan mengubah zat yang tidak larut dalam air menjadi zat yang larut dalam air. Apabila saluran empedu di hati tersumbat, empedu masuk ke peredaran darah sehingga kulit penderita menjadi kekuningan. Orang yang demikian dikatakan menderita penyakit kuning.
- sebagian besar asam amino
- faktor koagulasi I, II, V, VII, IX, X, XI
- protein C, protein S dan anti-trombin
- kalsidiol
- trigliserida melalui lintasan lipogenesis
- kolesterol
- insulin-like growth factor 1 (IGF-1), sebuah protein polipeptida yang berperan penting dalam pertumbuhan tubuh dalam masa kanak-kanak dan tetap memiliki efek anabolik pada orang dewasa.
- enzim arginase yang mengubah arginina menjadi ornitina dan urea. Ornitina yang terbentuk dapat mengikat NH³ dan CO² yang bersifat racun.
- trombopoietin, sebuah hormon glikoprotein yang mengendalikan produksi keping darah oleh sumsum tulang belakang.
- Pada triwulan awal pertumbuhan janin, hati merupakan organ utama sintesis sel darah merah, hingga mencapai sekitar sumsum tulang belakang mampu mengambil alih tugas ini.
- albumin, komponen osmolar utama pada plasma darah.
- angiotensinogen, sebuah hormon yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah ketika diaktivasi oleh renin, sebuah enzim yang disekresi oleh ginjal saat ditengarai kurangnya tekanan darah oleh juxtaglomerular apparatus.
- enzim glutamat-oksaloasetat transferase, glutamat-piruvat transferase dan laktat dehidrogenase
Selain melakukan proses glikolisis
dan siklus asam sitrat seperti sel pada umumnya,
hati juga berperan dalam metabolisme karbohidrat yang lain:
- Glukoneogenesis, sintesis glukosa dari beberapa substrat asam amino, asam laktat, asam lemak non ester dan gliserol. Pada manusia dan beberapa jenis mamalia, proses ini tidak dapat mengkonversi gliserol menjadi glukosa. Lintasan dipercepat oleh hormon insulin seiring dengan hormon tri-iodotironina melalui pertambahan laju siklus Cori.[17]
- Glikogenolisis, lintasan katabolisme glikogen menjadi glukosa untuk kemudian dilepaskan ke darah sebagai respon meningkatnya kebutuhan energi oleh tubuh. Hormon glukagon merupakan stimulator utama kedua lintasan glikogenolisis dan glukoneogenesis menghindarikan tubuh dari simtoma hipoglisemia. Pada model tikus, defisiensi glukagon akan menghambat kedua lintasan ini, namun meningkatkan toleransi glukosa.[18] Lintasan ini, bersama dengan lintasan glukoneogenesis pada saluran pencernaan dikendalikan oleh kelenjar hipotalamus.[19]
- Glikogenesis, lintasan anabolisme glikogen dari glukosa.
dan pada lintasan katabolisme:
- degradasi sel darah merah. Hemoglobin yang terkandung di dalamnya dipecah menjadi zat besi, globin, dan heme. Zat besi dan globin didaur ulang, sedangkan heme dirombak menjadi metabolit untuk diekskresi bersama empedu sebagai bilirubin dan biliverdin yang berwarna hijau kebiruan. Di dalam usus, zat empedu ini mengalami oksidasi menjadi urobilin sehingga warna feses dan urin kekuningan.
- degradasi insulin dan beberapa hormon lain.
- degradasi amonia menjadi urea
- degradasi zat toksin dengan lintasan detoksifikasi, seperti metilasi.
Hati juga mencadangkan beberapa substansi, selain
glikogen:
- vitamin A (cadangan 1–2 tahun)
- vitamin D (cadangan 1–4 bulan)
- vitamin B12 (cadangan 1-3 tahun)
- zat besi
- zat tembaga.
Regenerasi sel hati
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi
merupakan suatu proses yang sangat penting agar hati dapat pulih dari kerusakan
yang ditimbulkan dari proses detoksifikasi
dan imunologis. Regenerasi tercapai dengan interaksi yang sangat kompleks
antara sel yang terdapat dalam hati, antara lain hepatosit, sel Kupffer,
sel endotelial sinusoidal, sel Ito dan sel punca;
dengan organ
ekstra-hepatik, seperti kelenjar tiroid, kelenjar
adrenal, pankreas,
duodenum, hipotalamus.[20]
Hepatosit, adalah sel yang sangat unik. Potensi
hepatosit untuk melakukan proliferasi, muncul pada saat-saat terjadi kehilangan massa sel,[21] yang
disebut fasa prima atau fasa kompetensi replikatif[22]
yang umumnya dipicu oleh sel Kupffer melalui sekresi sitokina IL-6
dan TNF-α. Pada fasa ini, hepatosit memasuki
siklus sel
dari fasa G0 ke fasa G1.
TNF-α dapat memberikan efek proliferatif atau
apoptotik, bergantung pada spesi oksigen reaktif dan glutathion,
minimal 4 faktor transkripsi diaktivasi sebelum hepatosit
masuk ke dalam fasa proliferasi, yaitu NF-κB, STAT-3, AP-1 dan C/EBP-beta.[23]
Proliferasi hepatosit diinduksi oleh stimulasi sitokina HGF dan TGF-α,
dan EGF[23]
dengan dua lintasan. HGF, TGF-α, dan EGF merupakan faktor pertumbuhan yang
berasal dari substrat
serina dan protein logam[24] yang
menginduksi sintesis
DNA.[22]
Lintasan pertama adalah lintasan IL-6/STAT-3 yang berperan dalam siklus sel
melalui siklin D1/p21 dan
perlindungan sel dengan peningkatan rasio FLIP,
Bcl-2, Bcl-xL, Ref1, dan MnSOD. Lintasan kedua adalah lintasan PI3-K/PDK-1/Akt yang
mengendalikan ukuran sel melalui molekul mTOR, selain sebagai zat anti-apoptosis dan
antioksidan.
Hormon tri-iodotironina, selain menurunkan kadar kolesterol
pada hati,[25]
juga memiliki kapasitas dalam proliferasi hepatosit sebagai mitogen yang
berperan pada siklin D1,[26]
mempercepat konsumsi
O2
oleh mitokondria
dengan mengaktivasi transkripsi pada gen pernafasan
hingga meningkatkan produksi spesi oksigen reaktif.[27] Sekresi ROS ke dalam sitoplasma
hepatosit akan mengaktivasi faktor transkripsi NF-κB.[28] Pada sel Kupffer,
ROS dalam sitoplasma, akan mengaktivasi
sekresi sitokina
TNF-α, IL-6
dan IL-1
untuk disekresi. Ikatan yang terjadi antara ketiga sitokina ini dengan hepatosit
akan menginduksi ekspresi pencerap enzim antioksidan,
seperti mangan
superoksida dismutase, i-nitrogen
monoksida sintase, protein anti-apoptosis
Bcl-2, haptoglobin
dan fibrinogen-β
yang diperlukan hepatosit dalam proliferasi.[29] Stres
oksidatif yang dapat ditimbulkan oleh ROS maupun kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai sitokina, dapat dilenyapkan dengan asupan tosoferol
(100 mg/kg) atau senyawa penghambat gadolinium klorida (10 mg/kg) seperti yang
dimiliki oleh sel Kupffer, sebelum stimulasi hormon tri-iodotironina,[30] sedangkan
laju proliferasi hepatosit dikendalikan oleh kadar etanolamina
sebagai faktor
hepatotrofik humoral.[31]
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi telah
diketahui semenjak zaman Yunani kuno dari cerita mitos tentang seorang
titan yang bernama
Prometheus.[32] Kemampuan
ini dapat sirna, hingga hepatosit tidak dapat masuk ke dalam siklus sel,
walaupun kehilangan sebagian massanya, apabila terjadi fibrosis
hati. Lintasan fibrosis yang tidak segera mendapat perawatan, lambat laun
akan berkembang menjadi sirosis hati[33] dan
mengharuskan penderitanya untuk menjalani transplantasi hati atau
hepatektomi
demi kelangsungan hidupnya.
Regenerasi hati setelah hepatektomi parsial
merupakan proses yang sangat rumit di bawah pengaruh perubahan hemodinamika, modulasi sitokina,
hormon faktor pertumbuhan dan aktivasi faktor transkripsi, yang mengarah pada proses mitosis. Hormon PRL yang disekresi oleh kelenjar hipofisis
menginduksi respon hepatotrofik sebagai mitogen yang
berperan dalam proses proliferasi dan diferensiasi.[34] PRL
memberi pengaruh kepada peningkatan aktivitas faktor transkripsi yang berperan dalam
proliferasi sel, seperti AP-1, c-Jun dan STAT-3; dan
diferensiasi dan terpeliharanya metabolisme, seperti C/EBP-alfa,
HNF-1, HNF-4 dan HNF-3. c-Jun merupakan salah satu protein penyusun AP-1.[35] Induksi NF-κB pada fasa ini diperlukan
untuk mencegah apoptosis dan memicu derap siklus sel
yang wajar.[36]
Pada masa ini, peran retinil asetat menjadi sangat vital, karena
fungsinya yang menambah massa DNA
dan protein yang dikandungnya.[37]
by : Ersty
Tidak ada komentar:
Posting Komentar